Sejarah Pesinden 3 Zaman Yang Dilupakan
Merdeka.com - Siapa sangka pemilik warung gudeg di area Terminal
Jombor, Sleman, Yogyakarta adalah salah satu maestro seni karawitan yang
sudah terlupakan. Jasa-jasanya melestarikan kesenian karawitan sejak
zaman penjajahan Jepang tidak membuatnya bisa menikmati hari tuanya
dengan tenang.
Orang-orang di sekitar terminal mengenalnya
sebagai penjual gudeg bukan sebagai seorang seniman. Pukul 09.00 WIB,
dia mulai menyiapkan warungnya dan memanaskan sejumlah masakan untuk
disajikan pada pelanggannya.
Dia adalah Maria Magdalena Rubinem,
pesinden yang sudah memulai karir sejak tahun 1942. Dimasa kecilnya,
meski buta huruf tak membuatnya minder untuk belajar nyiden. Namun
berkat seorang tetangganya, Rubinem akhirnya diajak untuk belajar
nyinden di Kraton.
"Kata tetangga saya, suara saya bagus, terus
disuruh ikut latihan nyiden di Kraton, tapi saya awalnya tidak mau, wong
tidak bisa membaca," kata Rubinem saat ditemui merdeka.com di warung gudeg miliknya, Kamis (30/01).
Berawal
dari belajar nyiden, perlahan Rubinem juga mulai belajar untuk membaca
dan menulis. Hingga akhirnya dia mendapat kesempatan bergabung di RRI
sebagai sinden dalam acara di RRI.
"Tahun 40an saya itu masuk RRI, ya karena saya itu pinter nyiden terus masuk," kenang Rubinem.
Kepiawaian
Rubinem dalam nyiden, membuatnya berkali-kali mendapat kesempatan untuk
tampil di depan para orang-orang penting di negeri ini, salah satunya
Presiden Soekarno.
"Saya sampai disuruh ke Jakarta tampil di depan Pak Karno, ya saya bangga, karena cuma saya sendiri dari RRI," ucapnya.
Tidak
hanya sebagai sinden di RRI, di luar tempatnya bekerja tersebut,
Rubinem kerap dipanggil untuk nyiden di berbagai tempat di Yogyakarta
bahkan di luar Yogya. Ketenaran Rubinem membuatnya betah dengan profesi
yang dilakoninya sebagai sinden sekaligus seniman tradisi.
"Saya itu nyiden dari zaman Jepang, Pak Soekarno, Pak Soeharto, sampai saya bosen dan memutuskan berhenti karena usia," kenangnya.
Sayangnya,
di hari tuanya dia justru banyak menghabiskan waktu berjualan gudeg
ditemani anaknya. Dia merasa, para pemimpin sekarang semakin tidak
mempedulikan para seniman. Padahal menurutnya, zaman Soekarno seniman sepertinya begitu dihargai.
"Saya
sedih, banyak seniman dilupakan, termasuk saya, nanti kalau sudah mati
baru dihargai, waktu masih hidup tidak pernah diperhatikan," keluh
Rubinem.
Wah bener2, pemerintah kita nih, hanya sibuk cari untung saja!
BalasHapusMakanya kualat bangsa sendiri lupa sama pejuangnya..
BalasHapus